Sabtu, 03 Juni 2017

DIRI SENDIRI

Ia yang ingin memahami kebenaran sejati, maka
haruslah memahami kebenaran, bagi dirinya sendiri.
Setelah mengetahi kebenaran, maka ia selayaknya
kuat dan tegar apabila kritikan menghampirinya, karena
kritikan merupakan suatu evaluasi dalam meningkatkan
mutu hidup. Apabila kritikan ditanggapi secara negatif,
maka kritikan itu menyakitkan, melukai perasaan dan
sulit untuk diterima. Sebaliknya kita jangan terlena
dengan pujian, karena pujian merupakan pendukung
motivasi diri untuk lebih dapat ditingkatkan menjadi
kualitas hidup.

Apabila pujian dijadikan sebagai pedoman kesombongan, maka diri ini akan menganggap “Akulah
yang terhebat, Akulah....”, sehingga manusia akan lupa
menyadari siapa dirinya?!
Jika seseorang tidak memiliki kepercayaan
terhadap dirinya sendiri, pada saat kritikan datang yang
menyatakan bahwa ia buruk, maka ia akan merasa dirinya buruk.

Jika seseorang menyatakan diri kita buruk, maka kita menanggapinya dengan cara melakukan pengamatan diri. Apabila tidak benar, jangan kita hiraukan. Sebaliknya benar, kita belajarlah dari mereka. Dalam dua permasalahan di atas, mengapa harus marah? jika Anda dapat melihat segala sesuatu seperti ini, Anda benar-benar berada dalam kedamaian.

Tidak ada yang salah, yang ada hanyalah kebenaran, karena Anda mampu menjadikan kritikan sebagai evaluasi perbaikan diri. Sehingga dalam tahap selanjutnya diharapkan membawa pengendalian diri jauh lebih baik, dan juga pujian, sebagai penyemangat diri dalam menjalankan aktivitas Seorang yang bijak akan berpikir dan melakukan pembinaan diri terlebih dahulu. Untuk membina diri, ia lebih dulu meluruskan hatinya; untuk meluruskan hatinya, ia terlebih dahulu memantapkan tekadnya; untuk memantapkan tekadnya, maka ia terlebih dahulu mencukupi pengetahuannya; untuk mencukupi pengetahuannya, maka ia meneliti hakikat setiap perkara.

Dengan meneliti hakikat setiap perkara, maka cukuplah
pengetahuannya; dengan cukup pengetahuannya, akan
dapat memantapkan tekadnya; dengan memantapkan
tekadnya, maka ia dapat meluruskan hatinya; dengan
hati yang lurus, maka ia dapat membina dirinya sendiri.
Sehingga dapat tercapailah tujuan yang damai dan  harmonis. Jika Anda betul-betul menggunakan alat
kebenaran, Anda tidak perlu merasa iri terhadap orang
lain. Oleh karena itu, kita akan bisa mandiri, mampu
menghidupi diri sendiri dengan usaha sendiri. Terkadang
kita menemukan suatu masalah dalam hidup, hal tersebut merupakan suatu tantangan yang perlu seseorang pecahkan, sehingga menemukan solusi dalam masalahnya tersebut.

Tidak sedikit orang mengalami stres ataupun depresi
ringan hingga yang berat. Apabila mereka tidak mampu
melewati problem itu, maka bisa saja jalan pintas yang
dianggap pantas bisa mereka lakukan, yaitu bunuh diri.
Maka sebelum problem yang muncul didalam diri berlarut, ada upaya untuk mencegahnya dengan cara seseorang dapat mengolah diri sendiri melalui pengembangan batin, dengan mendalami spritualitas sebagai kunci atau pondasi penguat pedoman kehidupan ini.

Batin seseorang yang rapuh, sangat mudah dirobohkan, ibarat pohon yang tidak memiliki akar yang kuat. Pada saat diterjang angin, pohon tersebut akan tumbang dengan mudah. Sebaliknya apabila seseorang telah menanamkan keyakinan yang kuat pada pemahaman agama dan terpenting telah mampu mempraktikkan ajaran agamanya dengan baik, benar dan bijaksana, maka kerapuhan hati terhadap problem apapun dapat dilewati dengan tenang dan damai. Ibarat pohon
yang telah tertanam dengan kuat, hingga akarnya dapat
menjalar keatas tanah, sehingga angin maupun badai
tidak mampu mengguncangkannya.

Ada sebuah cerita, seorang anak tunggal dari keluarga
yang sederhana. Ayah dan ibunya memiliki keyakinan
yang berbeda dengannya, memiliki harapan agar anaknya dapat bekerja, berumah tangga, dan tidak boleh terlalu
mendalami keyakinan yang dianut. Kedua orang tuanya
sangat mengkhawatirkan apabila anaknya melangkah
untuk tidak berumah tangga, menjadi seorang Imam
dari agamnyanya itu. Sehingga pada saat remaja, anak
ini dibatasi ruangterutama dalam hal keagamaan, sewaktu anak tersebut melangkah untuk menempuh pendidikan di luar pulau tempat mereka tinggal.

Pada saat anak ini menempuh pendidikan, kedua
orang tuanya hanya bisa meratapi dan berharap agar si
anak dapat melepaskan ikatan keagamaannya, dengan
cara ditelepon sepanjang saat. Tentunya si anak memiliki
komitmen bahwa agama adalah hak asasi setiap orang
dan tidak dapat diganggu gugat, karena hal tersebut
telah tercatat dalam UUD 1945.

Usaha dari kedua orangtuanya terus menghantui si anak, agar anaknya dapat memenuhi keinginan mereka. Sedangkan pada kenyataan kedua orang tuanya sudah tidak bersama, tidak pernah membiayai pendidikan anaknya dan belum tentu mereka dapat menjamin si anak, apabila melepaskan pendidikan keagamaannya bisa memiliki masa depan yang cerah. Si anak terus berjuang untuk meyelelesaikan pendidikannya, dan apabila kekuatan kebaikannya mendukung, anak tersebut akan meneruskan cita-cita mulia menjadi Imam,
meskipun kedua orang tuanya tidak mendukung, kerena
ini sebuah tekad yang muncul dari sebuah panggilan hati
nurani yang paling dalam.

Sebagai orang tua yang bijaksana tentunya memiliki
toleransi dalam beragama dan memberikan kebebasan
bagi anak untuk memilih dan memutuskan masa depan
yang akan dia jalankan, bukan sebaliknya orang tua
menjadi hakim yang memutuskan dan menuntut anak
seperti apa yang diinginkannya. Memang pada dasarnya
diri sendiri terbentuk menjadi baik maupun tidak,
tergantung dari lingkungan keluarga, masyarakat yang
memengaruhinya.

Teori Naturalisme diungkapkan oleh seorang filsuf
Prancis bernama J.J. Rousseaue. Teori ini mengatakanbahwa setiap anak yang baru lahir pada hakikatnya memiliki pembawaan baik, namun pembawaan baik itu dapat berubah sebaliknya karena dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat. Aliran ini juga dikenal sebagai aliran Negativisme. (H.7).

“Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada ditangan manusia”. Seorang anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, maka anak tersebut harus diserahkan ke alam. Kekuatan alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang terlahir secara alamiah sejak kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain J.J.Rousseaue menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak secara wajar, karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru. (H 8).

Diri sendiri adalah sebagai penentu masa depan, karena semua rencana, hingga keputusan, hanya kita seorang diri yang dapat memutuskan, orang lain hanya sebagai penasehat, bukan hakim dan juga bukan jaksa penuntut. Langkah awal kita agar memiliki sebuah keputusan yang cemerlang adalah kita dapat mengasah
dunia spritualitas dengan baik sehingga arah dari masa depan yang berlandaskan pada rencana dapat terlealisasi dengan harapan yang memuaskan.

Terus maju.....,
berkarya untuk alam.... dan salam sukses luar biasa...!!!


Referensi:

Guttadhammo. 2011. Inspirasi Kehidupan 1. Temanggung.
Susanto, Jusuf. 2007. Kearifan Timur dalam Etos Kerja dan Seni
Memimpin. PT. Kompas Media Nusantara. Jakarta.

PERCIKAN API KEHIDUPAN MEMBAKAR JIWA YANG SUKSES

Susukaṁ vata jῑvāma Verinesu averino Verinesu manussesu Viharāma averino sungguh bahagia kita hidup terbebas dari keserakahan, di...